Artikel Pacaran: Cinta Ataukah Nafsu?



“Sesudah itu terjadilah yang berikut. Absalom bin Daud mempunyai seorang adik perempuan yang cantik, namanya Tamar; dan Amnon bin Daud jatuh cinta kepadanya” (2 Samuel 13:1)

“Tetapi Amnon tidak mau mendengarkan perkataannya, dan sebab ia lebih kuat dari padanya, diperkosanyalah dia, lalu tidur dengan dia. Kemudian timbullah kebencian yang sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu, bahkan lebih besar benci yang dirasanya kepada gadis itu dari pada cinta yang dirasanya sebelumnya. Lalu Amnon berkata kepadanya: "Bangunlah, enyahlah!"
Pendahuluan

Membedakan cinta dan nafsu merupakan hal yang sangat perlu, tetapi ini tidaklah mudah, apalagi bila nafsu bersembunyi dibalik “topeng” atau berkedok cinta. Pengalaman kepahitan yang dialami tamar akibat perbuatan Amnon terhadapnya dengan berkedok cinta menjadi pelajaran berharga bagi pria dan wanita saat ini. Hal ini sangat penting dipelajari terutama oleh para wanita, yang paling sering dirugikan dalam hal percintaan. Melalui pelajaran dari pengalaman Tamar ini, semoga pria dan wanita, nantinya bisa memilih pasangan cinta masing-masing secara tepat tanpa terjebak ke dalam cinta palsu, lebih tepatnya nafsu yang berkedok cinta yang hanya menginginkan gairah dan hubungan seks.

Sebenarnya, perasaan apa yang dialami oleh Amnon terhadap Tamar bukanlah “fall in love” yang sejati, melainkan perasaan suka yang didorong oleh nafsu. Nafsu didefinisikan sebagai “dorongan yang kuat  dari dalam diri untuk melakukan sesuatu; kecenderungan, keinginan, atau gairah yang tidak baik”. Nafsu berkonotasi negatif karena itu Alkitab memerintahkan orang Kristen “Sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetiaan, kasih dan damai bersama-sama dengan mereka yang berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni”. (2 Timotius 2:22). Nafsu yang berkedok cinta baru akan puas apabila yang diinginkannya telah didapat. Jika keinginan itu sudah dipenuhi, biasanya wanitalah yang paling dirugikan, tetapi dampaknya bisa lebih luas lagi, sebagai contoh dalam hal ini kasus Amnon dan Tamar (2 Samuel 13:1-39). 

Berdasarkan hal di atas, perlu bagi kita untuk bisa membedakan antara cinta sejati dan cinta palsu (nafsu). Dari sini muncul dua pertanyaan konstan: “Apa perbedaan antara cinta dan nafsu? Bagaimana membedakan antara cinta dan nafsu?” Sebenarnya, cinta dan nafsu itu berbeda. Alkitab juga membedakannya antara cinta dan nafsu. Contoh, orang Kristen diperintahkan untuk menjauhi nafsu, tetapi justru diperintahkan untuk mengejar kasih (2 Timotius 2:22. Paulus juga dengan tegas menyatakan bahwa hawa nafsu berasal dari keinginan daging (Galatia 5:19). Karena itu, berikut ini kita akan melihat perbedaan cinta dan nafsu? Dan menunjukkan apa yang bukan cinta dan apa itu cinta yang sebenarnya.

Apakah Cinta Itu?

Kamus mendefinisikan cinta sebagai “rasa suka, rasa tertarik atau perasaan sangat sayang”. Cinta adalah suatu proses; cinta tidak terjadi begitu saja. Cinta juga bukan proses dari mata langsung turun ke hati; bukan juga terjadi pada pandangan pertama. Munculnya cinta merupakan suatu proses. Cinta adalah perasaan sayang yang terjadi melalui proses kimia yang dihasilkan oleh hormon-hormon yang ada di dalam tubuh manusia. Proses cinta melibatkan panca indera seperti penglihatan, pendengaran, penciuman dan perabaan yang diproses dalam pikiran dan perasaan mulai dari ketertarikan, rasa suka atau senang, ingin memiliki, dan jatuh cinta (fall in love). Sampai pada titik fall love ini, proses cinta sejati dan cinta palsu berbeda berbeda arah. Cinta palsu menginginkan pacaran terikat, berduaan, bercumbuan, dan berorientasi pada seks, bersenang-senang yang berakibat pada kutuk. Sedangkan cinta sejati menjalin pertemanan khusus (pacaran), komitmen menjaga kekudusan, hubungan lebih jauh melalui bertunangan dan mengikat diri dalam pernikahan yang berkenan dihadapan Tuhan.

Ujian Cinta

Berdasarkan definisi dan gambaran diatas, dapat dilihat bahwa cinta dan nafsu memiliki proses yang sama tetapi tujuan akhir yang berbeda. Cinta dan nafsu sama-sama dimulai dari daya tarik (fisik), hal ini sering kali menjadi satu sinyal awal dari tumbuhnya cinta sejati, tetapi nafsu juga muncul dari rasa tertarik ini. Hal inilah yang menyebabkan  sulitnya bagi seseorang pria atau wanita membedakan antara cinta dan nafsu. Karena itu diperlukan suatu ujian untuk membedakannya, yaitu ujian kesabaran. Sabar berarti tahan menghadapi godaan, tidak egois, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tenang menjalani dan tidak tergesa-gesa.

Jatuh cinta pada pandangan pertama adalah mitos, karena cinta merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu. Cinta sejati perlu diuji oleh waktu yang panjang bukan seketika. Sebab itu cinta perlu bersabar. Dan sabar itu menuntut proses waktu, energi, kesetiaan, dan kesungguhan hati yang tidak bisa dihitung secara matematis, bahkan terkadang tidak logis. Alkitab mengajarkan bahwa “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap” (1 Korintus 13:4-8).

Cinta lebih dari sekedar .... dan bukanlah ....
1. Cinta lebih dari sekedar perasaan suka. Suka berkaitan dengan perasaan senang karena ketertarikan tertentu. Menyukai tidaklah sama dengan mencintai. Walaupun perasaan suka dapat menjadi awal dari proses menuju cinta sejati, tetapi cinta lebih dari sekedar suka. 

2. Cinta bukanlah romantistik. Perasaan romantis biasanya dikaitkan dengan kemesraan dan kegairahan yang menyenangkan dalam hubungan dekat antara seorang pria dan wanita. Tuhan memang mendesain setiap orang agar mengalami perasaan seperti ini dalam hubungan istimewa dengan lawan jenis. Namun gairah dan kemesraan tidak dapat disamakan dengan cinta. Keromantisan merupakan suatu perasaan; sedangkan cinta sejati masih memiliki makna yang jauh lebih dalam lagi.

3. Cinta bukanlah rasa “tergila-gila”. Perasaan tergila-gila adalah daya tarik dan gairah yang kuat dalam diri seseorang terhadap lawan jenisnya. Memang gejala-gejala  jatuh cinta dan tergila-gila terkadang hampir sama. Sebutan lain dari perasaan tergila-gila ialah puppy love, cinta monyet, cinta kekanak-kanakan, dan lain sebagainya. Mereka yang pertama kali jatuh cinta biasanya cenderung berbicara tentang perasaan “tergila-gila” ini, memikirkan hal itu siang dan malam; pikiran dan energi mereka tersita dan tidak dapat berkonsentrasi pada hal yang lain, kecuali perasaan “tergila-gila tersebut.

4. Cinta bukan Seks. Seks adalah pemberian Tuhan, sama seperti cinta juga adalah perasaan yang diberikan oleh Tuhan dalam diri manusia. Cinta lebih dari sekedar menginginkan seks. Cinta merupakan proses sebagaimana yang telah disebutkan di atas; sedangkan seks merupakan suatu aktivitas atau tindakan. Cinta bisa dipelajari; seks merupakan naluri. Cinta membutuhkan perhatian terus menerus; seks tidak perlu seperti itu. Cinta membutuhkan waktu untuk bertumbuh, berkembang dan menjadi dewasa; seks tidak perlu waktu untuk berkembang. Cinta membutuhkan interaksi emosional dan spiritual; seks hanya membutuhkan interaksi fisik. Cinta membuat hubungan dan pengenalan semakin dalam; sedangkan seks dapat terjadi tanpa hubungan atau pun pengenalan.

5. Cinta berbeda dari Nafsu. Cinta dan nafsu sering kali dianggap sama dan membingungkan bagi beberapa orang. Kamus mendefinikan cinta sebagai “rasa suka, rasa tertarik atau perasaan sangat sayang”. Sedangkan nafsu didefiniskan sebagai “dorongan yang kuat  dari dalam diri untuk melakukan sesuatu; kecenderungan, keinginan, atau gairah yang tidak baik”. Cinta berkonotasi positif, sedangkan nafsu berkonotasi negatif. Bagaimana membedakan cinta dan nafsu? Sebagaimna dijelaskan diatas tidak mudah membedakan cinta dan nafsu, tetapi seiring berjalannya waktu cinta dan nafsu akan teruji. Cinta itu tahan uji, nafsu itu mudah pudar. Karena itu disini kata kunci yang diperlukan adalah SABAR. Alkitab mengatakan “kasih itu sabar” (2 Korintus 13:4).

Beda Cinta dan Nafsu

Untuk mendapatkan gambaran perbedaan antara cinta dan nafsu, kita dapat melihat dalam kasus Amnon dan Tamar dalam 2 Samuel 13:1-19. Kisah ini berawal dari Amnon yang merasa “jatuh cinta” dengan adiknya, Tamar. Amnon dan Tamar adalah anak Daud tetapi beda ibu. Dari cerita Amnon dan Tamr ini terlihat beda antara cinta dan nafsu, yaitu:

1. Cinta membawa kebahagiaan; nafsu membawa malapetaka. Cinta yang sebenarnya selalu menunjukkan jalan atau arah menuju kebahagiaan bagi orang-orang yang menjalaninya. Seorang pecinta yang sudah menemukan dan memahami makna cinta sejati dalam dirinya akan berada pada kondisi yang membahagiakan. Sebaliknya, orang-orang yang terkecoh dengan nafsu dan menganggap nafsu adalah cinta akan berada dalam kondisi yang membahayakan. Seseorang yang mencintai pasangannya dengan sebenar-benarnya cinta akan mengarahkan hubungannya menuju kebahagiaan sejati dengan cara menjaga dan menyayangi pasangannya. Tanpa bermaksud untuk merusak dan menyakiti. Lain halnya dengan orang-orang yang menjalin hubungan dengan landasan nafsu, mereka akan membawa hubungannya kearah kebahagiaan yang semu dan hanya berorientasi pada fisik, dalam hal ini seks. Yang justru akan menjerumuskan mereka ke dalam situasi yang membahayakan. Perhatikan apa yang dilakukan Amnon terhadap Tamar berikut ini “Ketika gadis itu menghidangkannya kepadanya supaya ia makan, dipegangnyalah gadis itu dan berkata kepadanya: "Marilah tidur dengan aku, adikku." Tetapi gadis itu berkata kepadanya: "Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab orang tidak berlaku seperti itu di Israel. Janganlah berbuat noda seperti itu. Dan aku, ke manakah kubawa kecemaranku? Dan engkau ini, engkau akan dianggap sebagai orang yang bebal di Israel. Oleh sebab itu, berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak akan menolak memberikan aku kepadamu." Tetapi Amnon tidak mau mendengarkan perkataannya, dan sebab ia lebih kuat dari padanya, diperkosanyalah dia, lalu tidur dengan dia”. (2 Samuel 11-14).

2. Cinta itu membawa keceriaan; sedangkan nafsu membawa pada kecewaan dan berakhir dengan penderitaan. Cinta sejati dalam suatu hubungan antara seorang pria dan wanita seharusnya membawa keceriaan bagi keduanya. Apa yang dirasakan oleh Amnon bukan cinta sejati melainkan rasa tertarik yang berorientasi pada kegairahan seksual karena kecantikan fisik dari Tamar. Bila dalam suatu hubungan “falling in love” yang dirasa dan didapat hanyalah perasaan kecewa berulang-ulang, ada baiknya untuk bertanya, “apakah apakah hubungan yang kita jalani berlandaskan cinta atau nafsu? Perhatikanlah akibat perbuatan Amnon terhadap Tamar berikut ini: “Kemudian timbullah kebencian yang sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu, bahkan lebih besar benci yang dirasanya kepada gadis itu dari pada cinta yang dirasanya sebelumnya. Lalu Amnon berkata kepadanya: "Bangunlah, enyahlah!" Lalu berkatalah gadis itu kepadanya: "Tidak kakakku, sebab menyuruh aku pergi adalah lebih jahat dari pada apa yang telah kaulakukan kepadaku tadi." Tetapi Amnon tidak mau mendengarkan dia. Dipanggilnya orang muda yang melayani dia, katanya: "Suruhlah perempuan ini pergi dari padaku dan kuncilah pintu di belakangnya." Gadis itu memakai baju kurung yang maha indah; sebab demikianlah puteri-puteri raja yang masih perawan berpakaikan baju kurung panjang. Kemudian pelayan itu menyuruh dia keluar, lalu mengunci pintu di belakangnya. Lalu Tamar menaruh abu di atas kepalanya, mengoyakkan baju kurung yang maha indah yang dipakainya, meletakkan tangannya di atas kepalanya dan pergilah ia sambil meratap dengan nyaring” (2 Samuel 13:14-19).

3. Cinta selalu ingin memberi; nafsu itu merampas. Ketika seseorang menjalin hubungan atas dasar cinta maka hal pertama yang dilakukannya adalah memberikan yang terbaik kepada pasangannya, bukan karena paksaan. Sementara Tamar melayani dengan tulus dan iklas, Amnon merampas keperawanan Tamar dengan cara paksa.“Tetapi gadis itu berkata kepadanya: "Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab orang tidak berlaku seperti itu di Israel. Janganlah berbuat noda seperti itu. Dan aku, ke manakah kubawa kecemaranku? Dan engkau ini, engkau akan dianggap sebagai orang yang bebal di Israel. Oleh sebab itu, berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak akan menolak memberikan aku kepadamu." Tetapi Amnon tidak mau mendengarkan perkataannya, dan sebab ia lebih kuat dari padanya, diperkosanyalah dia, lalu tidur dengan dia” (2 Samuel 13:12-14).

4. Cinta tak pernah berhenti menyayangi, sedangkan nafsu berakhir dengan kebencian. Bagaimana cara kamu memperlakukan pasanganmu? Dan bagaimana cara pasanganmu memperlakukan kamu? Ini adalah cara termudah untuk membedakan mana cinta, mana nafsu.? Setelah merenggut keperawanan Tamar dengan cara paksaa, Amnon kemudian membenci Tamar. “Kemudian timbullah kebencian yang sangat besar pada Amnon terhadap gadis itu, bahkan lebih besar benci yang dirasanya kepada gadis itu dari pada cinta yang dirasanya sebelumnya. Lalu Amnon berkata kepadanya: "Bangunlah, enyahlah!" (2 Samuel 13:15). Landasan seseorang dalam menjalin hubungan akan sangat menentukan pada bagaimana cara orang tersebut memperlakukan pasangannya. Orang yang menjalin hubungan dengan landasan cinta akan senantiasa memperlakukan pasangannya dengan cara-cara yang baik. Menjaga, menyayangi, memperhatikan dan selalu memberikan yang terbaik.

5. Cinta membangun sedangkan nafsu itu menghancurkan. Cinta selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik, berusaha memberikan yang terbaik untuk pasangan dan selalu memperlakukan pasangan dengan cara-cara yang baik. Bagaimana dengan nafsu? Sebaliknya, orang orang yang menjalin hubungan karena nafsu cenderung memperlakukan pasangan ke arah fisik. Setiap kali bertemu, hanya ingin bermesraan, setiap kali berdua hanya ingin bercumbu, dan mengarah kehubungan seks. 

Pacaran: Boleh atau Tidak?

Satu pertanyaan yang sering ditanyakan dalam pergaulan muda-mudi Kristen adalah “bolehkah orang Kristen berpacaran?” ada orang tua yang melarang anaknya berpacaran, sementara yang lain memperbolehkan. Sebenarnya, jika pacaran diartikan sebagai “pacaran terikat antara pria dan wanita” yang identik dengan “berduaan, bercumbu dan ciuman (petting), dan seks sebelum pernikahan, maka orang Kristen dilarang berpacaran. Tetapi jika yang dimaksud dengan berpacaran adalah “pacaran tidak terikat” dan dipahami sebagai pertemanan atau persahabatan khusus antara seorang pria dan seorang wanita untuk belajar dan saling mengenal; mengetahui lebih banyak informasi tentang yang bersangkutan; mengenal yang bersangkutan dan keluarganya; maka pacaran diperbolehkan.

Muncul pertanyaan lainnya, “kapan seseorang boleh berpacaran? Seseorang boleh berpacaran bila memenuhi syarat berikut ini: Pertama, sudah dewasa dalam umur, pikiran, dan iman; Kedua, sudah bisa mengendalikan, mengasai dan memimpin dirinya sendiri (Amsal 16:32; 2 Timotius 4:5); Ketiga, sudah mempunyai pekerjaan yang dijadikan “jaminan” untuk masa depan; Keempat, sudah siap berumah tangga. Ingat tujuan dari berpacaran adalah persiapan menuju pernikahan atau berumah tangga bukan untuk “bersenang-senang”. Bila seseorang belum siap untuk berumah tangga, sebaiknya jangan mengambil keputusan untuk berpacaran.

Saat pria atau wanita Kristen memutuskan untuk berpacaran maka ada tiga komitmen yang harus dipegang teguh, yaitu: Pertama, berpacaranlah  dengan seorang yang seiman dan beribadah (2 Korintus 6:14); Kedua, mengendalikan diri dan menjaga kekedudusan selama berpacaran (1 Petrus 1:15-16); Ketiga, jadilah orang yang setia dan menepati janji.

Penutup

Jatuh cinta pada pandangan pertama adalah mitos, karena cinta merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu. Cinta sejati perlu diuji oleh waktu yang panjang bukan seketika. Sebab itu cinta perlu bersabar. Dan sabar itu menuntut proses waktu, energi, kesetiaan, dan kesungguhan hati yang tidak bisa dihitung secara matematis. Alkitab mengajarkan bahwa “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap” (1 Korintus 13:4-8).

Alkitab mencatat bahwa Yakub jatuh cinta (fall in love) kepada Rahel, sebab itu ia bersedia dan rela bekerja pada labar dengan sabar selama tujuh tahun. Yang menarik ialah cara Alkitab menggambarkan keadaan Yakub sebagai berikut: “Yakub cinta kepada Rahel, sebab itu ia berkata: "Aku mau bekerja padamu tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel, anakmu yang lebih muda itu." Sahut Laban: "Lebih baiklah ia kuberikan kepadamu dari pada kepada orang lain; maka tinggallah padaku." Jadi bekerjalah Yakub tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel itu, tetapi yang tujuh tahun itu dianggapnya seperti beberapa hari saja, karena cintanya kepada Rahel. Sesudah itu berkatalah Yakub kepada Laban: "Berikanlah kepadaku bakal isteriku itu, sebab jangka waktuku telah genap, supaya aku akan kawin dengan dia" (Kejadian 29:18-21).

Pertanyaannya, “apakah saudara sedang jatuh cinta atau istilah sekarang “falling in love”? Ataukah baru mulai menjalin cinta? Atau bingung bagaimana menguji cinta sejati? Ujilah dengan ujian kesabaran, yang tentunya meminta proses waktu, energi, keseriusan, dan kesetiaan. Cinta sejati pastilah tahan uji, karena memang cinta itu perlu bersabar dan tidak terburu-buru. Raja Salomo memberi peringan serius “Milik yang diperoleh dengan cepat pada mulanya, akhirnya tidak diberkati” (Amsal 20:21). Karena itu, perlu berdoa dan mintalah tuntunan Tuhan dalam memilih pasangan hidup yang tepat, agar tidak terjebak dan salah dalam menentukan pilihan! Dan, perhatikanlah nasihat Firman Tuhan!