BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari
banyak pulau dari sabang sampai meraoke. Tentunya memiliki banyak suku, ras,
agama dan budaya dan memiliki perbedaan di masing-masing daerah. Untuk
menyelaraskan suatu perbedaan tidaklah perkara mudah dan tentunya harus
mempunyai kesepakatan. Mengingat syarat dari suatu Negara adalah dengan
memiliki dasar Negara dan lambang dari Negara itu sendiri barulah Negara itu
diakui.
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 pada saat
itulah Indonesia diakui oleh Negara lain bahwasanya sudah merdeka dengan
memiliki dasar Negara pancasila namun lambang Negara belum punya. Membuat
lambang dari suatu Negara tidaklah mudah mengingat identitas, keperibadian, dan
cita-cita bangsa yang mencerminkan sejarah dari Indonesia. Sesuai dengan
konstitusi RIS 27 Desember 1949, maka
pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan lambang Negara. Oleh karena itu
pada awal tahun 1950, pemerintah membentuk panitia Lancana Negara. Panitia Lancana
Negara ini mengadakan sayembara lambang Negara. Pasal 3 UUDS 1950 antara lain
menyebutkan bahwa lambang Negara ditetapkan oleh pemerintah. Realisasi
ketentuan ini dilakukan dengan menerbtkan
PP No. 66/1951 tanggal 17 Oktober 1951, yang menetapkan lambang Negara
adalah Burung Garuda.
Mengingat
burung garuda merupakan burung yang pada zaman dulu di semua wilayah Indonesia
ada, dan dijadikan ceritra rakyat Indonesia. Bahkan seniman banyak yang
melukiskan burung garuda dengan gagah perkasa. Konon burung garuda mitos burung
kedewaan karrena diyakini dulu burung garuda merupakan tunggangan dari dewa
Wisnu yang menyelamatkan dunia dari kehancuran.
1.2.RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalah didalam penulisan makalah ini yaitu
1.
Mengapa garuda pancasila dianggap sebagai lambang negara ?
2.
Bagaimana arti dan makna dari garuda pancasila ?
3.
Bagaimana penggunaan lambang negara indonesia ?
4.
Bagaimana mitologi tentang garuda pancasila ?
1.3.TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu
1.
Untuk mengetahui latar belakang historis garuda pancasila sebagai
lambang Negara.
2.
Untuk mengetahui arti dan makna garuda pancasila.
3.
Untuk mengetahui penggunaan lambang Negara.
4.
Untuk menegtahui mitologi tentang garuda pancasila.
1.4.MANFAAT
Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dari penulisan dari makalah ini yaitu :
1.
Manfaat Teoritis :
a)
Dalam pembacaan makalah ini
diharapkan mampu menumbuhkan sebuah ketertarikan dalam mempelajari tentang pendidikan pancasila.
b)
Diharapkan mampu menunjang pengetahuan dalam memahami lambang negara.
c)
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan ajar dan sebagai
perkenalan terhadap pemahaman
lambang Negara indonesia.
2.
Manfaat Praktis :
a)
Makalah ini diharapkan sebagai tolak ukur seseorang dalam
memahami pendidikan
pancasila mengenai lambang Negara.
b)
Mampu menjadi petunjuk bagi pembacanya agar
didalam mempelajari
pendidikan pancasila perlu memahami lambang Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.LATAR BELAKANG HISTORIS
Garuda
muncul dalam berbagai kisah, terutama di jawa dan bali. Dalam banyak kisah garuda melambangkan kebajikan,
pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan
wishnu, garuda juga memiliki sifat wishnu sebagai pemelihara dan penjaga
tatanan alam semesta. Dalam tradisi bali, garuda dimuliakan sebagai "tuan
segala makhluk yang dapat terbang" dan "raja agung para burung".
Di bali ia biasanya digambarkan sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap,
dan cakar elang, tetapi memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya
digambarkan dalam ukiran yang halus dan rumit dengan warna cerah keemasan,
digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan wishnu, atau dalam adegan
pertempuran melawan naga. Posisi mulia garuda dalam tradisi indonesia sejak zaman
kuna telah menjadikan garuda sebagai simbol nasional indonesia, sebagai
perwujudan ideologipancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan
nasional indonesia garuda indonesia. Selain indonesia, thailand juga menggunakan garuda sebagai lambang negara.
Setelah Perang Kemerdekaan
Indonesia 1945-1949, disusul
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949,
dirasakan perlunya Indonesia saat itu Republik Indonesia Serikat memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan
nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto
Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai
ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi
usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan
Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara.
Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan
karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah
rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah
rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang Sultan Hamid II, Presiden
RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk
keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita
yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih
dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari
1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan
kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan
dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya
keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang
memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar
lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang,
sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila.
Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS
melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya
“Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan,
rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya
dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar
bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul
seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk
pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes
Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno
terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno
memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut;
setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan jambul pada kepala Garuda
Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula
di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno.
Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul
dianggap terlalu mirip dengan Bald
Eagle, Lambang Amerika Serikat. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II
menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan
menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara.Rancangan Garuda
Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas
yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara
Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
2.2.ARTI DAN MAKNA GARUDA PANCASILA
Burung garuda berwarna kuning emas mengepakkan sayapnya
dengan gagah menoleh kekanan. Dalam tubuhnya mengemas kelima dasar pancasila.
Ditengah tameng yang bermakna benteng ketahanan filosofis, terbentang garis
tebal yang bermakna garis khatulistiwa yang merupakan lambang geografis lokasi
Indonesia. Kedua kakinya yang kokoh kekar mengcengkram kuat semboyan bangsa
Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda, Namun Tetap Satu”.
Secara tegas bangsa
Indonesia telah memilih burung garuda sebagai lambang kebangsaannya yang besar,
karena garuda adalah burung yang penuh percaya diri, energik dan dinamis.
Ia terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri, tak suka bergantung
pada yang lain. Garuda yang merupakan lambang pemberani dalam
mempertahankan wilayah, tetapi dia pun akan menghormati wilayah milik yang lain
sekalipun wilayah itu milik burung yang lebih kecil. Warna kuning emas
melambangkan bangsa yang besar dan berjiwa priyagung sejati. Burung garuda yang
juga punya sifat sangat setia pada kewajiban sesuai dengan budaya bangsa yang
dihayati secara turun temurun. Burung garuda pun pantang mundur dan
pantang menyerah. Legenda semacam ini juga diabadikan sangat indah oleh
nenek moyang bangsa Indonesia pada candi dan di berbagai prasasti sejak abad
ke-15. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam meraih cita-citanya menjadi negara yang
merdeka bersatu dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945, tertera lengkap
dalam lambang garuda. 17 helai bulu pada sayapnya yang membentang gagah
melambangkan tanggal 17 hari kemerdekaan Indonesia, 8 helai bulu pada ekornya
melambangkan bulan Agustus, dan ke-45 helai bulu pada lehernya melambangkan
tahun 1945 adalah tahun kemerdekaan Indonesia. Semua itu memuat kemasan
historis bangsa Indonesia sebagai titik puncak dari segala perjuangan bangsa
Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaannya yang panjang. Dengan demikian
lambang burung garuda itu semakin gagah mengemas lengkap empat arti visual
sekaligus, yaitu makna filosofis, geografis, sosiologis, dan historis.
Burung garuda merupakan
mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam mitos digambarkan sebagai
makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan separuh manusia (tangan dan
kaki). Lambang garuda diambil dari penggambaran kendaraan Batara Wisnu
yakni garudeya. Garudeya itu sendiri dapat kita temui pada salah satu
pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang tepatnya:
DesaRejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Garuda sebagai
lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan dan warna emas melambangkan
kejayaan, karena peran garuda dalam cerita pewayangan Mahabharata dan Ramayana.
Posisi kepala garuda menengok lurus ke kanan.
Gambar.1 Garuda Pancasila
Jumlah
bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu tanggal 17 bulan Agustus
tahun 1945, antara lain:
a.
Jumlah bulu pada
masing-masing sayap berjumlah 17
b.
Jumlah bulu pada ekor
berjumlah 8
c.
Jumlah bulu di bawah
perisai/pangkal ekor berjumlah 19
d.
Jumlah bulu di leher
berjumlah 45
Gambar.2 Perisai
Perisai merupakan lambang pertahanan negara Indonesia. Gambar perisai tersebut dibagi menjadi lima
bagian: bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna merah putih
berselang seling (warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional
Indonesia, merah berarti berani dan putih berarti suci), dan sebuah perisai
kecil miniatur dari perisai yang besar berwarna hitam berada tepat di
tengah-tengah. Garis lurus horizontal yang membagi perisai tersebut
menggambarkan garis khatulistiwa yang tepat melintasi Indonesia di
tengah-tengah. Setiap gambar emblem yang terdapat pada perisai berhubungan
dengan simbol dari sila Pancasila.
Gambar.3 Bintang Tunggal
Sila
ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai hitam dengan sebuah bintang emas
berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam, Kristen,
Hindu, Buddha, dan juga ideologi sekuler sosialisme.
Gambar.4 Rantai Emas
Sila
ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai yang disusun atas gelang-gelang
kecil ini menandakan hubungan manusia satu dengan yang lainnya yang saling
membantu. Gelang yang lingkaran menggambarkan wanita, gelang yang persegi
menggambarkan pria.
Gambar.5 Pohon Beringin
Sila
ke-3: Persatuan Indonesia. Pohon beringin (Ficus benjamina) adalah sebuah pohon Indonesia yang berakar
tunjang – sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar tersebut
dengan bertumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Ini menggambarkan kesatuan
Indonesia. Pohon ini juga memiliki banyak akar yang menggelantung dari
ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai negara kesatuan
namun memiliki berbagai akar budaya yang berbeda-beda.
Gambar.6 Kepala Banteng
Sila
ke-4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Binatang banteng (Latin: Bos javanicus) atau lembu liar adalah
binatang sosial, sama halnya dengan manusia cetusan Presiden Soekarno dimana
pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah), gotong royong, dan
kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
Gambar.7 Padi Kapas
Sila
ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas yang menggambarkan
sandang dan pangan merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa
melihat status maupun kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan sosial
dimana tidak adanya kesenjangan sosial satu dengan yang lainnya, namun hal ini
bukan berarti bahwa negara Indonesia memakai ideologi komunisme.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata
"bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata
"tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara
harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang
bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu
kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
2.3.PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA
Penggunaan
lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109,
TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara
1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
Lambang Negara
menggunakan warna pokok yang terdiri atas:
a.
warna merah di bagian
kanan atas dan kiri bawah perisai;
b.
warna putih di bagian
kiri atas dan kanan bawah perisai;
c.
warna kuning emas untuk
seluruh burung Garuda;
d.
warna hitam di
tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan
e.
warna alam untuk seluruh
gambar lambang.
Lambang Negara wajib
digunakan di:
- dalam gedung, kantor, atau ruang
kelas satuan pendidikan;
- luar gedung atau kantor;
- lembaran negara, tambahan lembaran
negara, berita negara, dan tambahan berita negara;
- paspor, ijazah, dan dokumen resmi
yang diterbitkan pemerintah;
- uang logam dan uang kertas; atau
- meterai.
Dalam hal Lambang Negara
ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar
Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:
- Lambang Negara ditempatkan di
sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
- gambar resmi Presiden dan/atau
gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah
daripada Lambang Negara.
Setiap orang dilarang:
- mencoret, menulisi, menggambari,
atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau
merendahkan kehormatan Lambang Negara;
- menggunakan Lambang Negara yang
rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
- membuat lambang untuk
perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan
yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
- menggunakan Lambang Negara untuk
keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
2.4.MITOLOGI TENTANG GARUDA
Pilihan burung garuda sebagai lambang Negara adalah
penemuan yang cemerlang karena burung garuda sudah sejak dahulu kala meghiasi
kebudayaan bangsa Indonesia. Burung Garuda telah menghiasi cerita-cerita rakyat
di berbagai daerah nusantara dan Dalam PP No.44/1958 tentang Panji dan Lambang
Angkatan Darat, Angkatan Darat dan Angkatan Udara secara tegas dinyatakan bahwa
Garuda adalah burung mitos yang bersifat kedewaan. Sementara burung Elang
Rajawali adalah burung alamiah yang dianggap perkasa dan merajai burung
bersayap. Banyak Negara yang mengangkat elang rajawali sebagai symbol resmi
kenegaraan seperti Ameerika Serikat. Indonesia tidak meniru Amerika Serikat
karena cerita tentang garuda sudah ada didalam Mahabrata. Garuda termuat dalam
kitab Mahabrata dan ditulis ulang pada pemerintahan Dharmawangsa dari kerajaan mataram.
Kisah garuda terdapat pada kitab pertama yang bernama Adiparwa. Di Amerika Serikat lambang negaranya burung
rajawali yang gundul dengan kepak meregang. Cakar kaki kanan memegang panah yang melambangkan komitmen
bangsa untuk perdamaian dan kesedian untuk perang kalau perlu. Semboyannya
dipegang oleh mulut burung rajawali jadi hampir sama dengan lambang Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Lambang Negara
Indonesia adalah garuda Pancasila dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Lambang negara Indonesia berbentuk burunggaruda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan dari sudut
pandang Garuda, perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan
rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang
oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara
pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya
dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
3.2. SARAN
Dari
pembahasan di atas telah dipaparkan mengenai lambang dari Negara Indonesia
yaitu Garuda Pancasila, tentunya diharapkan pembaca bisa memahami apa dari isi
makalah ini. Namun disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
karena sumber masih terbatas dan pengetahuan penulis selaku mahasiswa yang
buakn di bidang besiknya. Masukan dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kebaikan untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. dalam http://id.wikipedia.org/wiki/garuda_pancasila.html, diakses selasa, 11 maret 2014 pukul 15.22.
Anonim. 2014. dalam http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/lambang-dan-bentuk-negara/lambang-negara.html,
diakses selasa, 11 maret 2014 pukul 15.22.
Rindjin. 2009. Pendidikan Pancasila. Bali : Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja.