BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kita sering sekali melihat
bayak orang yang mengalami gangguan pada saluran pembuangan urinnya. Hal ini
menyebabkan fungsi utama saluran tersebut untuk menampung dan mengeluarkan urin
menjadi tidak stabil. Penyakit seperti ini biasa menyerang bagian kandung
kencing di dalam saluran pembuangan urin manusia. Agar dapat mengobati penyakit
ini kita harus tau apa penyebab yang mendasari terjadinya penyakit di saluran
kandung kencing itu sendiri.
Pada
orang yang mengalami gangguan pada kandung kencingnya disarankan untuk
melakukan terapi atau latihan sejenis latihan kandung kencing yang biasa kita
sebut dengan bladder training. Bladder training merupakan suatu program
latihan dimana dapat mengembalikan fungsi kandung kencing ke dalam keadaan yang
normal lagi.
Dalam
pelaksanaan bladder training ini kita
harus mengetahui gejala awal yang menjadi penyebab kerusakan fungsi kantung
kencing manusia itu. Hal yang paling sering di temukan dalam program bladder training ini adalah ganggan pada
fungsi retensi urina dan inkontinensia urina. Setelah kita mengetahui apa yang
sering menyebabkan kegagalan fungsi kandung kencing kita juga harus tau tipe
apa saja yang digolongkan dalam penyakit kandung kencing tersebut. Tipe yang dapat
dipakai untuk menentukan kelainan pada kandung kencing yakni UMN dan LMN dimana
dari kedua tipe tersebut kita dapat melakukan program bladder training itu dengan benar.
Program
latihan bladder training ini merupakan program latihan yang bisa dilakukan
sendiri oleh penderita, aman, dan murah. Metode dalam latihan ini juga tidah
menggunakan obat-obatan yang banyak. Metode ini di jalankan karena banyak
sekali penderita dari kelainan fungsi dari kandung kencing mengalami kematian.
Maka dari itu untuk menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan kami membuat
makalah yang mengupas bagaimana bladder training itu. Agar masyarakat yang
mengalami penyakit pada kandung kencingnya dapat mengobatinya sedini mungkin.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, ada
beberapa masalah yang dapat di rumuskan sebagai berikut:
1.
Gangguan apa yang terdapat pada fungsi kandung
kencing?
2.
Apa itu kandung kencing neurogenetik ?
3.
Cara apa yang di pakai untuk menentukan tipe latihan
kandung kencing?
1.3 Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah dapat di uraikan
kembali tujuan yang ingin dicapai di antaranya:
1.
Untuk
mengetahui gangguan apa yang terjadi di kandung kencing.
2.
Untuk mengetahui apa itu kandung kencing
neurogenetik.
3.
Mengetahui tipe latihan kandung kencing.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gangguan fungsi kandung kencing
Kandung
kencing sebagai tempat penampungan urin sebelum di keluarkan oleh saluran
ekresi manusia. Fungsi reserfior sering dihubungkan dengan istilah kapasitas.
Kapasitas urin yang mampu di tamping di dalam kandung kemih laki-laki sekitar
350 cc dan pada perempuan sekitar 450 cc. fungsi miksi dalam kandung kencing
adalah untuk membuang urin yang berada di dalam nya. Seseorang sering mengalami
gangguan pada fungsi kandung kencing mereka seperti retensi urina dan
inkontinesia urina maka dari itu kami jelaskan beberapa gangguan tersebut:
1.
Retensi
Urina
Retensi urina terjadi karena kegagalan fungsi maksi untuk mengeluarkan
urina dari kandung kencing. Sehingga urin tertahan di dalam kandung kencing. Hal
ini biasa terjadi saat keadaan sebagai berikut:
Ø
Kandung
kencing neurogenik. Terutama pada tipe lower motor neuron, dapat terjadi dlm
jumlah yang cukup besar.
Ø
Kandung
kencing yang hipotonik atau atonik, karena gangguan pada ototnya.
Ø
Obstruksi
atau pembuatan.
Ø
Pisikologis
Hal diatas tersebut bias diatasi dengan latihan kecuali pada keadaan
obstruksi yang tidak bias di tangani dengan latihan.
2.
Inkontinensia
Urina
Urin
yang keluar tanpa control dan tanpa proses sapat terjadi di kandung kencing
neurogenik baik tipe lower motor neuron, oleh karena berlimbahan (over flow) atau
tipe Upper Motor Neuron, oleh karena hipertonik/hiperefleksif kandung kencing.
Hal tersebut terjadi karena gangguan fungsi “reservoir”. Kondisi ini juga dapat
di tanggulangi dengan metode latihan kandung kencing.
2.2 Kandung Kencing Neurogenik
Kandung
kencing neorogenik dalam definisi umum adalah kandung kencing yang terganggu
fungsinya karena kerusakan inervasinya. Beberapa model klasifikasi untuk
membedakan penderita kandung kencing neurogenik ini seperti:
-
Kandung
kencing UMN
Tipe UMN ini terjadinya
karena kerusakan (lesi) pada sumsum tulang belakang di atas konus modularis
(pusat maksi vesikal). Pola reflek yang melalui saraf otonom dan somatik tetap
utuh, tetapi control dari pusat yang lebih tinggi terputus. Akibatnya kandung
kencing tidak di bawah kemauan penderita lagi. Otot dinding kandung kencing dan
otot sfingter eksternus menjadi mudah terangsang sehingga terjadi Inkontinensia.
-
Kandung
kencing LMN
Tipe LMN ini terjadi
karena kerusakan pada konus modularis
atau dibawahnya. Dampak yang timbul dari LMN ini adalah reflek menghilang. Pada
denorvasi total, otot kandung kencing menjadi lembek (hipotonia), dan dapat
menampung urin lebih dari 1000 ml. Inkontinensia (everflow incontinence).
Konus
modularis terletak kurang lebih setinggi tulang belakang. Maka bila terjadi
fraktur tulang belakang T11 atau di atas nya, sumsum tulang belakang yang rusak
dan terjadi kandung kencing neurogenik tipe UMN. Fraktur pada L1 dan di
bawahnya, akan merusak konus medularis atau kauda ekuinadan terjadi kandung
kencing neurogenik tipe LMN. Sedangkan fraktur T 12 dapat menimbulkan kedua tipe tersebut yakni
UMN dan LMN. Juga dapat terjadi (jarang) kerusakan diatas konus modularis, tetapi
disini yang terjadi adalah tipe LMN. Hal ini terjadi karena adanya trombosi
pada arteria spinalis yang turun kebawah, menyebabkan nekrosis iskemik didaerah
konus modularis. Maka untuk membedakan kandung kencing neurogenik tipe UMN dan
LMN, dapat dilakukan dengan pemeriksaan refles:
a) Reflex Otonomik.
Reflex melalui saraf
parasimpatis dan simpatis, yang menggabung dalam n.pelvicus. tes dilakukan
untuk mengetahui reflex ini antara lain : “ice water tes’ dengan 50-100 cc
salion sol.dengan temperature 380 F (3-40C) di masukan
melalui kateter karet melalui kandung kencing. Tes dinyatakan positif apabila
dalam 60 detik kateter dan sebagian air es yang dimasikan, secara reflektoris
didorong keluar.
Ini menunjukan tipe
UMN,bila negative a-reflekxia adalah tipe LMN. Akan tetapi perlu di waspadai
karena banyak factor yang menyebabkan hsil tes negative, meskipun segmen scalar
dalam keadaan utuh.
b) Reflek Somatik
Reflek ini melalui n.pudendalis(s2-4),
dimana tes yang bisa di berikan ialah:
- Tes sfingtor ani eksternus
- Tes reflex bulbo-carvernosus
Paka keadaan positive
dalam tes ini kandung kencing neurogenik yang dialami adalah tipe UMN,
sedangkan jika negative berarti tipenya LMN atau kemungkinan tipe UMN fase
“spnal Shock” ( keadaan reflek bulbo-cavernosus cenderung tetap pada “spinal
chok”).
2.3 Latihan
Kandung Kencing pada Kandung Kencing Neurogenik
Latihan
kandung kencing (bladder training) merupakan upaya pelatihan kepada kandung
kencing, dengan cara konserfatif, sehingga secara fungsional keadaan kandung
kencing kembali “normal” dari keadaan yang abnormal.
Kontradiksi dalam latihan kandung kemih dibagi menjadi:
1.
Cystitis berat
2.
Pielonofritis akut/kronis
3.
Gangguan/kelainan pada saluran
uretra
4.
Hidronefrosis
5.
Vesicourethral
6.
Batu pada fraktus urania
7.
Penderita yang tidak kooperatif
Kandung kencing yang normal fungsi
nya apabila:
- Berkapasitas
normal sebagai “reservoir” urin dari ginjal.
- Mampu
mengeluarkan urin (miksi), sehingga
yang tersisa dalam keadaan normal.
Tujuan dari
progam latihan kandung kencing (bladder training) di atas adalah mengembalikan
fungsi kandung kencing ke keadaan “normal”. Adapun langkah-langkah yang dari
latihan kandung kencing ini :
-
Tentukan tipe kandung kencing
neurogenik yang diderita apakah tipe UMN dan LMN
-
Tiap waktu-maksi dimulai dengan rangsangan/stimulasi.
Ø
Tipe UMN
ü
Menepuk-nepuk paha sebelah
dalam,atau
ü
Menarik rambut daerah pubis, atau
ü
Mencubit glans penis dengan “halus”
pada peria untuk wanita masukan jari kedalam roktum
Ø
Tipe LMN
ü
Metoda crada, atau
ü
Rinuver Valsavc
2.4 Kateterisasi
program latihan kandung kencing
Kateterisasi
pada umum nya dalam program latihan
kandung kencing juga dapat menjadi suatu
program dari latihan ini. Kateterisasi yang dapat menunjang latihan kandung
kencing yaitu:
a)
Pemasangan “indwelling catheter
(IDC)
IDC dapat
dilakukan pada latihan kandung kencing dengan sistem kontinyu, ataupun
penutupan berkala. Dengan penggunaan kateter ini yang didapatkan sopsis dan
bakteriuria. Dalam penggunaan IDC kotinyu dan berkala lebih di anjurkan untuk
mengunakan IDC berkala, karena bial di gunakan IDC kontinyu tidak fisiologis
dimana kandung kencing selalu kosong, akibatnya kehilangan sensasi maksi serta
terjadi penurunan tonus otot kandung kencing. Hal-hal yang harus di perhatikan
dalam pemasangan IDC, antara lain:
-
Hindari iritasi rekanik sejauh
mungkin.
-
Jika dapat pakai sistem “closed
drainage”.
-
Pada pria, lekatkan katoter pada
dinding anterior abdomen.
-
Kantong drainase harus selalu
dibawah kandung kencing.
-
Keatus uretra dan katoter harus
selalu steril agar terbebas dari pus atau sekret kering.
-
Cairan intake harus cukup
-
Pada IDC jangka panjang pH urin
harus dibuat asam
Setelah
beberapa waktu dan penderita siap maka dilakukan percobaan pelepasan katoter.
Apabila setelah 4 jam penderita belum bisa miksi “spontan”, katetorisasi dengan
nolaton catheter , dilakukan berulang selama 4 jam. Jika tetap belum bisa maka
IDC dipasang kembali.
b)
Kateterisasi berkala
Menurut
lapides kateterisasi dengan teknik “oloan” saja, tanpa kondisi “steril cukup
mampu mencegah infeksi pada kandung kencing. Kateterisasi berkala juga banyak
memberikan keuntungan bila di gunakan seperti:
·
Dengan teknik intraveksial yang
tinggi/overdistensi, atau keregangan dari kandung kencing. Akibatnya aliran
darah ke nukosa kandung kencing dapaat di pertahankan optimal, dan mampu
menolak imrasi bakteri.
·
Kandung kencing dapat diisi dan di
kosongkan secara berkala.
·
Mampu mencegah peregangan volume
urin yang tinggi dan mencegah pengerutan oleh karena kandung kencing selalu
kosong.
·
Membuat sistem dalam keadaan
tertutup dan meniadakan benda asing dalam kandung kencing.
·
Pasien bias hidup tanpa kateter yang
menggantung di niksinya.
·
Teknik pengkatetaran sangat mudah dan
dapat diajarkan kepada penderita sendiri.
·
Angka keberhasilan “bebas kateter”
lebih tinggi di banding teknik IDC.
Teknik kateterisasi berkala dengan sistim “clen-unsterile” lebih mudah
dalam pelaksanaan, murah dan aman. Penggunaan keteterisasi berkala memungkinkan
mengurangi kompliikasi yang di derita pemakai IDC, diantaranya yaitu:
- Infeksi traktus urinarius.
- Komplikasi ponoskrotal pada
penderita pria.
- Batu ginjal dan batu kandung
kencing.
- Hidronefrosis dan refluks.
- Pengerutan kandung kencing.
- Dapat merangsang timbulnya
otononik di arefleksin.
2.5. Program LKK pasa kasus-kasus OBSGIN
Penderita
pasca operasi obsgin, terutama dengan histerektomiradikal, sering mengalami
retensi urina. Terkadang pasca operasi caecar sering terjadi komplikasi pada
retensi urina. Kondisi ini bila dibiarkan akan berdampak lanjutan terhadap
traktus urinaria. Retensi urina pada kasus ini biasanya berhubungan dengan:
- ”Pain
reflex”-refles nyeri, karena rasa nyeri di perut, penderita takut
mengejan. Apa bila mengejan luka kecil bekas operasi akan terbuka. Hal ini
yang membuat penderita takut untuk mengejan pada saat kencing. Pada
penderita yang seperti ini harus diberanikan untuk miksi, jika masih sulit
maka di perlukan program kateterisasi berkala.
- Kondisi
“neurapraxia” atau “physiological shock” dari serabut saraf motorik kandung kencing. Kondisi ini hanya
bersifat sementara, akan tetapi tetap saja kita harus melakukan program
latihan kandung kencing agar tidak menimbulkan komplikasi pada traktus
urinariusnya.
- Denervasi
otot detrusor kandung kencing karena terpotongnya saraf parasimpatikus
pada pleksus pelvikus. Kondisi ini menyebabkan gangguan fungsi kandung
kencing berupa retensi urina yang lama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan
diatas dapat disimpulkan bahwa bladder training merupakan suatu program latihan
untuk mengembalikan fungsi kandung kencing dalam keadaan yang normal kembali. Dengan
menggunakan metode latihan yang cukup aman, murah, dan dapat dilakukan oleh
penderita itu sendiri. Akan tetapi untuk mengetahui tipe dari jenis gangguan
kandung kencing kita harus berkonsultasi kepada ahlinya karena mereka orang
yang cukup mengerti dalam menentukan tipe penyakit kandung kencing tersebut.
3.2 Saran
Sebaiknya kita bisa memahami proses latihan bladder
training ini karena ini penyakit yang sering dianggap enteng oleh manusia
tetapi dampak selanjutnya bagi penderita itu sendiri sangatlah berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi,hamid
thamrinssyaam: Surabaya, 1992